Sunday, July 26, 2015

Buku 40 Hadits tentang Alam Sekitar Kita

Sains telah meyakinkan kita bahwa segala sesuatu akan disebut ilmiah jika ia dapat dibuktikan oleh akal (rasionalisme, idealisme) dan atau dibuktikan melalui eksperimen, pengamatan (empirisme, positvisme, realisme). Maka, keyakinan ini telah membawa kita pada kesimpulan bahwa segala sesuatu yang tidak dapat dicapai atau dibuktikan melalui akal atau eksperimen atau pengamatan merupakan sesuatu yang tidak ilmiah. Inilah salah satu doktrin keyakinan dalam sains.

Keyakinan tersebut benar tetapi sebatas pada tingkatan sains yang sekuler. Pada titik ini banyak yang tidak menyadari dan larut begitu saja dengan keyakinan sekuler ini.
Sains sebagai proses budaya manusia sejatinya juga menyimpan pilar-pilar “keimanan” yang akan menuntun manusia memandang seluruh fenomena di alam semesta. Dalam sains yang sekuler, pilar-pilar “keimanan” itu tidak diijinkan untuk didirikan di atas pijakan agama. Bukan hanya Islam melainkan seluruh agama.

Maka, sebagai muslim kita pasti akan mengalami kebingungan ketika hendak menandai apakah gunung dan batu itu makhluk hidup atau bukan.  Ketika manusia tidur, apakah ia mati atau hidup. Dan seterusnya.
Dalam definisi makhluk hidup yang kita yakini sebagaimana sains mengajari kita, sesuatu disebut makhluk hidup apabila ia memiliki ciri bernapas, makan, minum, ada metabolisme, bergerak, tanggap terhadap rangsangan. Maka, sesuai definisi tersebut tentulah gunung merupakan bukan makhluk hidup dan manusia yang sedang tidur tidaklah mati.
Benarkah pandangan ini?

Bagaimana mungkin gunung yang mati dapat merespon pembicaraan manusia (kisah Jabal Uhud), pun juga dapat mencintai manusia? Maka, pandangan ini tentu saja berbeda dengan pandangan sains yang kita yakini.

Bagaimana mungkin kita mengatakan manusia yang sedang tidur itu masih hidup padahal ketika bangun tidur kita senantiasa menggumamkan doa “segenap puji bagi Allah yang telah menghidupkan setelah mematikan…”. Maka, pandangan ini tentu saja berbeda dengan pandangan sains yang kita yakini.

Hal ikhwal semacam di atas akan banyak kita temukan jika kita rajin menyusuri keyakinan sains dan hadits-hadits Nabi. Hal-hal semacam ini oleh Thomas Kuhn (fisikawan teoretik Harvard) disebut sebagai paradigma. Katanya, sains digerakkan oleh paradigma-paradigma. Paradigma satu dengan lainnya akan saling bertarung untuk memenangkan arah pengembangan sains ke depan.

Dengan demikian, sejatinya, sebagai muslim yang beradab kita semestinya menjadikan hadits-hadits Nabi sebagai paradigma dalam memandang alam semesta kita. Hadits-hadits Nabi merupakan mata air inspirasi bagi kaum cerdik cendekia muslim.

Dalam mengumpulkan hadits-hadits ini saya sangat terbantu oleh perangkat lunak hadits Lidwa Pusaka (ensiklopedi hadits). Teks arab dan terjemahan diambil dari Lidwa Pusaka, saya tidak langsung mengambil dari kitab induk. Mulanya, pengumpulan hadits ini hanya untuk kepentingan diri sendiri. Dalam perjalanan, terbitlah gagasan untuk merapikan hadits-hadits yang sudah terkumpul dalam satu naskah. Inilah jadinya.
Semoga buku kecil ini bermanfaat untuk kita semua. Semoga Allah mencatat sebagai jariyah. Alhamdulillah ‘alaa kulli haal. Allahumma shalli ‘alaa muhammad wa ‘alaa ali muhammad.

Ramadhan 1436/Juli 2015

Silakan diunduh, gratis di sini: http://bit.ly/1VI7MLG

No comments:

Post a Comment