Keyakinan tersebut
benar tetapi sebatas pada tingkatan sains yang sekuler. Pada titik ini banyak
yang tidak menyadari dan larut begitu saja dengan keyakinan sekuler ini.
Sains sebagai proses
budaya manusia sejatinya juga menyimpan pilar-pilar “keimanan” yang akan
menuntun manusia memandang seluruh fenomena di alam semesta. Dalam sains yang
sekuler, pilar-pilar “keimanan” itu tidak diijinkan untuk didirikan di atas
pijakan agama. Bukan hanya Islam melainkan seluruh agama.
Maka, sebagai muslim kita pasti akan mengalami kebingungan ketika hendak menandai apakah gunung dan batu itu makhluk hidup atau bukan. Ketika manusia tidur, apakah ia mati atau hidup. Dan seterusnya.
Dalam definisi makhluk
hidup yang kita yakini sebagaimana sains mengajari kita, sesuatu disebut
makhluk hidup apabila ia memiliki ciri bernapas, makan, minum, ada metabolisme,
bergerak, tanggap terhadap rangsangan. Maka, sesuai definisi tersebut tentulah
gunung merupakan bukan makhluk hidup dan manusia yang sedang tidur tidaklah
mati.
Benarkah pandangan
ini?
Bagaimana mungkin gunung yang mati dapat merespon pembicaraan manusia (kisah Jabal Uhud), pun juga dapat mencintai manusia? Maka, pandangan ini tentu saja berbeda dengan pandangan sains yang kita yakini.
Bagaimana mungkin kita mengatakan manusia yang sedang tidur itu masih hidup padahal ketika bangun tidur kita senantiasa menggumamkan doa “segenap puji bagi Allah yang telah menghidupkan setelah mematikan…”. Maka, pandangan ini tentu saja berbeda dengan pandangan sains yang kita yakini.
Hal ikhwal semacam di atas akan banyak kita temukan jika kita rajin menyusuri keyakinan sains dan hadits-hadits Nabi. Hal-hal semacam ini oleh Thomas Kuhn (fisikawan teoretik Harvard) disebut sebagai paradigma. Katanya, sains digerakkan oleh paradigma-paradigma. Paradigma satu dengan lainnya akan saling bertarung untuk memenangkan arah pengembangan sains ke depan.
Dengan demikian, sejatinya, sebagai muslim yang beradab kita semestinya menjadikan hadits-hadits Nabi sebagai paradigma dalam memandang alam semesta kita. Hadits-hadits Nabi merupakan mata air inspirasi bagi kaum cerdik cendekia muslim.
Dalam mengumpulkan hadits-hadits ini saya sangat terbantu oleh perangkat lunak hadits Lidwa Pusaka (ensiklopedi hadits). Teks arab dan terjemahan diambil dari Lidwa Pusaka, saya tidak langsung mengambil dari kitab induk. Mulanya, pengumpulan hadits ini hanya untuk kepentingan diri sendiri. Dalam perjalanan, terbitlah gagasan untuk merapikan hadits-hadits yang sudah terkumpul dalam satu naskah. Inilah jadinya.
Semoga buku kecil ini
bermanfaat untuk kita semua. Semoga Allah mencatat sebagai jariyah. Alhamdulillah
‘alaa kulli haal. Allahumma shalli ‘alaa muhammad wa ‘alaa ali muhammad.
No comments:
Post a Comment