Saturday, January 23, 2010

Paradigma Mekanika Newtonian vs Lagrangian: Reduksionisme vs Holisme

Rachmad Resmiyanto

Untuk dapat membuat perbandingan antara mekanika Newtonian dan mekanika Lagrangian dengan baik, maka perlu dilakukan telisik secara mendasar terhadap cara pandang keduanya. Perbandingan yang baik tidak dapat dicapai hanya dengan menyajikan contoh-contoh penyelesaian atas kasus fisis yang sama yang coba diselesaikan dengan cara ala Newton dan ala Lagrange. Cara pandang keduanya perlu diungkap sebab cara pandang inilah yang menuntun bagaimana sebuah fenomena fisis seharusnya dipandang dan akhirnya dengan cara bagaimana harus diselesaikan. Cara pandang ini oleh Thomas S. Kuhn disebut sebagai paradigma (Kuhn, 2002). Upaya telisik akan dimulai dari objek kajian fisika.

Fisika memiliki objek kajian yang amat luas, mulai dari skala jagad gumulung ( microcospics scale, mikroskopis), tempat bagi atom dan zarah-zarah dasariah hidup, sampai skala jagad gumelar(macroscopics scale, makroskopis), tempat bagi tata surya, bintang dan galaksi bertebaran.

Dalam kajiannya, objek yang sedang diamati disebut sebagai sistem fisis. Untuk mempelajari kaitan sebab akibat di alam semesta ini, tentu amatlah sukar bagi fisikawan ketika harus berhadapan langsung dengan sistem fisis yang sedemikian besar. Maka diambillah satu jalan keluar yang diharap merupakan upaya  win-win solution, sistem fisis itu hanya merupakan suatu cuplikan kecil saja dari keseluruhan. Cuplikan sudah dianggap mewakili keseluruhan, orang bilang ini namanya pars prototo.
Dari sini perdebatan mulai berkembang. Ada yang bersuara bahwa semua sistem yang ada ini saling kait mengait. Ibarat jaring-jaring, satu simpul ditarik, yang lain akan merasakan getarannya. Paham yang percaya bahwa semua sistem saling mempengaruhi merupakan paham holisme (holistik).

Sebaliknya, ada yang berpendapat bahwa cuplikan itu tidak akan sedikitpun mempengaruhi sistem yang lain. Perubahan satu sistem tidak akan memberi dampak pada sistem yang lain. Karenanya, ini disebut sebagai sistem. Paham ini dikenal sebagai reduksionisme. Dengan kata lain, reduksionisme percaya bahwa suatu sistem yang besar dapat dipecah menjadi sistem kecil-sistem kecil.

Cara pandang Newton adalah cara pandang yang reduksionis. Cara pandang ini berakar dari metode Descartes yang bersifat analitik. Metode itu terdiri atas pemecahan masalah menjadi potongan-potongan kecil dan penyusunan kembali potongan-potongan itu dalam tatanan logisnya. Descartes sering disebut-sebut sebagai orang pertama yang berhasil mencari hubungan antara persamaan aljabar dengan geometri. Descartes membangunnya melalui sebuah sistem koordinat yang kemudian disebut koordinat Kartesian.

Newton memandang bahwa alam semesta, tempat di mana semua fenomena fisis ini terjadi, merupakan ruang berdimensi 3 dari geometri Euclid klasik. Bagi Newton ruang adalah absolut. Seluruh perubahan dalam fenomena fisis itu digambarkan dalam dimensi yang terpisah, yakni waktu, yang juga bersifat absolut. Dalam pandangan Newton, unsur-unsur dunia yang bergerak dalam ruang absolut dan waktu absolut ini adalah partikel-partikel materi. Gerak partikel disebabkan oleh kekuatan gravitasi yang dalam pandangan Newton, bergerak secara serempak dalam suatu rentang jarak tertentu.

Dalam pandangan Newton, semua fenomena fisis dapat direduksi menjadi gerak partikel benda, yang disebabkan oleh kekuatan tarik-menarik, gaya gravitasi. Pengaruh gaya ini pada partikel atau benda lain digambarkan secara matematis oleh persamaan gerak Newton, yang kemudian menjadi dasar bagi seluruh mekanika klasik. Persamaan ini dianggap yang "bertanggungjawab" atas semua perubahan yang teramati dalam dunia fisik.

Secara sederhana, pandangan Newton dapat diringkas, bahwa alam semesta terdiri dari partikel-partikel benda. Antar partikel-partikel ini terjadi interaksi melalui apa ayang disebut sebagai kekuatan antarpartikel atau gaya. Adanya kekuatan partikel ini akhirnya menciptakan hukum gerak. Dalam kaitannya dengan makalah ini, maka hukum gerak tersebut merupakan hukum kedua Newton, yakni

$ \Sigma F = \frac{dp}{dt} = ma$

dengan $F$ adalah gaya, $m$ adalah massa partikel benda dan $a$ adalah percepatan sistem.
Pada dasarnya, hampir semua interaksi dalam mekanika klasik dapat disederhanakan dan diselesaikan dengan persamaan ini. Oleh karena itu, salah ciri khas mekanika Newtonian selain reduksionis adalah adanya gaya-gaya yang bekerja dalam sistem tersebut.

Pandangan Newton bahwa sebuah sistem fisis dapat diselesaikan persamaan geraknya dengan melakukan reduksi sebagai titik-titik materi kemudian dikembangkan oleh Bernoulli melalui konsep usaha maya dan d'Alembert yang terkenal sebagai asas d'Alembert. Dalam pandangan ini, sistem fisis tidak dipandang sebagai sistem titik-titik materi lagi, tetapi sebagai sistem mekanik, yakni sistem dimana gerakan bagian-bagiannya saling berkaitan, tak bebas satu sama lain. Upaya yang dilakukan oleh Lagrange bersandar pada hasil kerja Bernoulli dan d'Alembert.

Untuk menyelesaikan sistem fisis yang dipandang sebagai sistem mekanik ini, Lagrange tetap menggunakan hukum kedua Newton sebagai pijakan awal, kemudian dilakukan perumuman sampai didapat persamaan Lagrange

$\frac{d}{dt}\frac{\partial L}{\partial \dot{x}} - \frac{\partial L}{\partial x} =0 $

dengan

$L = T -V.$.
Penurunan persamaan Lagrange sudah banyak disajikan dalam berbagai pustaka seperti Goldstein (1980), Fowles (2002) dan Soedojo (2002).

Berdasarkan 2 persamaan di atas dapat dikenali dengan mudah bahwa mekanika Lagrange memiliki beberapa ciri yakni tidak lagi mengindahkan gaya-gaya yang bekerja dalam sistem mekanik, hanya berkepentingan dengan besaran skalar tenaga (kinetik dan potensial), memandang sistem mekanik sebagai satu kesatuan sehingga untuk menyelesaikannya tidak dipecah menjadi kepingan-kepingan kecil seperti dalam mekanika Newtonian. Karena itu, cara pandang Lagrangian merupakan cara pandang yang holistik terhadap suatu sistem mekanik (holisme).

Unduh (download) pdf lengkap:http://www.scribd.com/doc/25668356/mekanikaklasik-rachmad-resmiyanto 

4 comments:

  1. makasih mas.... sya jadi tahu... tidak hanya hitung2an doank... tapi juga konsepnya

    ReplyDelete
  2. baru baca yang seperti ini nih..terimakasih..

    ReplyDelete
  3. Seharusnya, sistem koordinat itu atas nama Fermat dan bukan Descartes...

    ReplyDelete
  4. Terima kasih..Jadi ada referensi dulu sebelum masuk kelas bentar lagi.. ^^

    ReplyDelete