Monday, March 16, 2009

Betapa Penting Menulis Itu

Rachmad Resmiyanto


ALAM DICIPTAKAN BUKAN TANPA TUJUAN. Alam ini ada karena memang disengaja dan diadakan. Alam tidak lahir secara kebetulan belaka. Alam yang berasal dari sebutir partikel kecil yang kemudian meledak, memuai, mengembang dan terus bergerak berekspansi sampai sekarang, sungguh mempunyai arti. Alam tidak semata-mata satu kejadian dari sekian banyak kejadian yang mungkin. Alam betul-betul disengaja untuk dihadirkan sebab ia menyimpan tujuan. Sungguh, dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya siang dan malam terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.



Maka, demikian pula adanya kita. Kita diberikan ruh, dilahirkan dan dihidupkan bukan tanpa tujuan. Setiap diri manusia memiliki tujuan. Kehadiran kita bukanlah main-main belaka. Ada sebuah tujuan hidup dalam diri kita masing-maisng. Setidaknya, tujuan setiap diri manusia akan saling beriirisan dalam wilayah khalifatul fil ardh. Inilah tujuan setiap diri manusia ketika ia diciptakan selain untuk mengabdi dan berserah diri kepada Tuhannya. Dan Dialah yang menciptakan manusia untuk menjadi khalifah di muka bumi. Saya merasa, seolah-olah ada “desain hidup“ bagi setiap diri manusia.

Sayangnya, banyak manusia yang belum dan bahkan tidak sadar terhadap tujuan dirinya ada. Dan ketika kita terkerjap dengan tujuan itu, kita pun tersadar begitu banyak jalan untuk menggapai tujuan itu. Dalam setiap ruang dan waktu senantiasa terus terhampar begitu banyak pilihan. Setiap pilihan akan memberikan jalan yang berbeda dan akibat yang tidak sama. Inilah pertemuan dengan pilihan hidup. Sejatinya, pertemuan-pertemuan seperti ini adalah sebuah revolusi. Bagi saya pilihan-pilihan hidup tidak terbatas pada pilihan dengan siapa kita akan menikah saja, tapi pilihan-pilihan hidup adalah seluruh peristiwa yang dengan sadar kita pilih untuk kita jadikan sebagai lakon dalam naskah hidup kita.

Masing-masing manusia datang ke dunia dengan membawa takdir sendiri-sendiri. Maka, sekali lagi, setiap pemilihan peristiwa, apapun itu, pada hakikatnya adalah pertemuan sejati dengan pilihan hidup. Dan secara sadar, dengan menyebut asma Allah yang telah menciptakan diri saya dan alam ini, saya memutuskan untuk bergabung dengan forum lingkar pena.

Bagaimanapun dunia tulis menulis adalah penanda, batas antara sejarah dan belum menjadi sejarah dalam kehidupan manusia. Bisa dikatakan, tulisan merupakan puncak prestasi perjalanan budaya manusia. Setinggi apapun peradaban, jika belum meninggalkan artifak tulisan, maka itu bukanlah peradaban yang subur.

Hanya melalui tulisan, kita bisa mengecap betapa tingginya peradaban manusia-manusia yang hidup lebih dulu dibanding kita. Hanya lewat tulisan pulalah, kerja budaya dan prestasi peradaban sekarang, saat kita hidup ini, akan dikenang manusia-manusia yang akan menyusul kita.

Karya-karya sekarang yang hidup di televisi dipenuhi oleh karya-karya yang cengeng. Demikian pula karya-karya serupa untuk cerita-cerita remaja. Karya-karya, yang bagi saya, tidak memiliki visi hidup bagi sebuah generasi. Indonesia adaah negeri muslim trebesar, dan bisa jadi melalui karya-karya itu orang-orang akan mengecap bahwa generasi Indoensia adalah generasi cengeng. Tentu saja ini tidak mewakili seluruh generasi. Tapi, tulisan jauh lebih dipercaya ketimbang argumentasi semata. Karena itu, harus ada karya-karya yang mengimbangi itu semua agar generasi sekarang bsa diluruskan kembali, agar generasi mendatang bisa mendapatkan warisan petuah-petuah bijak dari generasi sekarang.

Setiap peradaban itu mempunyai sistem konversasinya sendiri. Jika dulu, wali sanga di Jawa menggunakan wayang ketika melakukan gerakan penyadaran dan dakwah agama, maka barangkali sistem konversasi di jaman sekarang adalah lewat tulisan. Di sanalah ladang dakwah terhampar untuk diolah. Dakwah lewat kepenulisan adalah keniscayaan di masa sekarang, bahkan mungkin keharusan sejarah. Sebagai seorang muslim, saya ingin menggenapi agama saya lewat ladang ini, berkarya lewat tulisan-tulisan islami fiksi atau non fiksi. Saya percaya bahwa mengambil keputusan untuk bergabung bersama forum lingkar pena bisa mewujudkan tujuan mulia ini, untuk menyempurnakan tujuan hidup manusia, setidaknya untuk diri saya dan orang-orang sekitar saya.

2 comments:

  1. Setelah membaca beberapa tulisan di blog anda, saya jadi tertarik untuk bisa menulis dengan gaya bahasa yang mengalir. Teman saya di Jakarta pernah mengajarkan saya satu genre gaya menulis yang apik dengan model narasi. Tapi bukan fiksi. Apakah anda pernah mempelajarinya? boleh berbagi..?

    ReplyDelete
  2. Ya, I See. Genre itu punya nama Jurnalisme Sastrawi. Saya baru mendengar sekitar setahun ini. Satu-dua bulan silam, saya membaca buku antologi liputan bergaya ini. Bahasanya memikat. Sekali buku dipegang seolah tangan tak mau lepas dan mata tak bisa diajak berkedip. Saya terpesoana dibuatnya.

    Jurnalisme Sastrawi ini mulanya berkembang di Amerika Serikat 1960-an. Genre ini menggabungkan disiplin paling berat dalam jurnalisme serta kehalusan dan kenikmatan bercerita dalam karya fiksi. Saya sangat terkesan dengan liputan Chik Rini dari Banda Aceh, "Sebuah Kegilaan di Simpang Kraft".

    Di Gramedia Surabaya (Royal Plaza), Agustus 2008 silam, saya sempat memergoki buku Jurnalisme Sastrawi juga. Saat itu saya sudah sedikit mengenal beberapa tulisan bergaya ini. Saya berencana akan membelinya ketika sudah di Yogya. Sayangnya, sampai sekarang saya belum bertemu buku itu di beberapa toko buku Yogya. Sepertinya itu buku yang kedua. Saya baru membaca buku yang pertama, Jurnalisme Sastrawi: Antologi Liputan Mendalam dan Memikat. Saya suka buku itu.

    ReplyDelete