Thursday, April 21, 2011

Perempuan dan Emansipasi

Rachmad Resmiyanto

Hari ini Kamis wage, 17 Jumadil 'ula 1432 tahun hijrah nabi, bertepatan dengan hari 21 April tahun 2011 masehi.  Banyak orang di segenap penjuru negeri ini memperingatinya sebagai hari Kartini. Nama Kartini merujuk pada nama Raden Ajeng Kartini (1879-1904), puteri bupati Jepara, seorang perempuan yang pernah bikin korespondensi dengan Rosa Abendanon dan teman-temannya di Eropa.

Banyak orang yang memuja Kartini sebagai sosok pahlawan emansipasi wanita. Awal pergolakan pemikirannya, Kartini memang punya kesan memberontak terhadap posisi perempuan. Namun akhirnya, setelah ia menikah dengan K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat, bupati Rembang, ia justru bergerak di lapangan domestik perempuan.

Semangat Kartini kemudian diterjemahkan sebagai semangat emasipasi perempuan. Sebuah semangat untuk menuntu persamaan dengan kaum laki-laki. Perempuan-perempuan masa kini kemudian merasa bahwa martbatnya akan baik jika ia bisa merasa setara dengan laki-laki. Gerakan ideologis macam ini merupakan gerakan feminisme.


Bagi saya, gerakan-gerakan emansipasi yang semacam itu merupakan gerakan omong kosong. Para pegiat feminisme dalam keadaan tertipu. Kenikmatan terbesar bagi seorang perempuan bukanlah ia dapat setara dengan laki-laki melainkan ia dapat mencapai puncak keperempuanannya. Dan puncak keperempuannan adalah menjadi perempuan atau istri yang shalihah.

Kata Nabiku, sebaik-baik perempuan adalah yang taat pd suaminya, menyenangkan jika dipandang suaminya dan menjaga kehormatannya [1]. Tak tanggung-tanggung, Nabiku yang tak pernah dusta ini menjanjikan, jika seorang perempuan shalat 5 waktu, puasa ramadhan lalu meninggal dan suaminya ridha, maka ia akan masuk surga dari pintu mana saja yang ia sukai.

Jadi, apalagi yang hendak dicari oleh perempuan?  Semuanya sudah diselesaikan oleh ajaran Nabi.

Warungboto Yogya, 
Kamis Wage, 17 Jumadil 'Ula 1432 hijrah nabi / 21 April 2011


[1] ”Bagi seorang mukmin laki-laki, sesudah takwa kepada Allah SWT, maka tidak ada sesuatu yang paling berguna bagi dirinya, selain istri yang shalihah. Yaitu, taat bila diperintah, melegakan biladilihat, ridha bila diberi yang sedikit, dan menjaga kehormatan diri dansuaminya, ketika suaminya pergi.” (HR Ibnu Majah). Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Maukah aku beritakan kepadamu tentang sebaik-baik perbendaharaan seorang lelaki, yaitu istri shalihah yang bila dipandang akan menyenangkannya, bila diperintah akan mentaatinya dan bila ia pergi si istri ini akan menjaga dirinya”. (HR. Abu Dawud no. 1417. Asy-Syaikh Muqbil rahimahullah berkata dalam Al-Jami’ush Shahih 3/57: “Hadits ini shahih di atas syarat Muslim.”)


[2] Hadits Riwayat Ibnu Majah, artinya: Siapapun wanita yang meninggal dunia sedang suaminya meridhainya maka dia akan masuk surga. Hadits Riwayat Ath Thabrani, artinya: jika seorang wanita mengerjakan shalat  5 waktu, berpuasa satu bulan penuh (Ramadhan), dan mentaati suaminya, maka hendaklah ia memasuki dari pintu surga manapun yang dia kehendaki.

No comments:

Post a Comment