Thursday, April 30, 2009

Bintang dan Rembulan

Sejatinya saya ini bukan siapa-siapa. Syahdan, kala aku sendiri, merenungkan segala apa yang pernah kususuri, tiba-tiba saya tersentak dan benar-benar bangga telah dilahirkan oleh bapak dan ibuku, ya bapak dan ibuku. Bapakku orang desa biasa dan tidak pernah mengenal kuliah ideologi-ideologi hidup tapi ia telah mengajariku dan menuliskan diktum-diktum perjuangan hidup dalam setiap tetes keringat dan darahnya. Sementara ibuku (yang sekarang lebih tua dibandingkan usia sebenarnya) adalah perempuan yang selalu mengajariku tentang kesetiaan pada hidup, kesetiaan pada cita-cita dan kesetiaan pada dharma.

Suatu ketika, saya pernah menatap cerah sebuah masa yang lumayan panjang, setidaknya selama 36 purnama, tapi takdir memilihkan percabangan yang lain, saya pun menatap kelam sejarah itu...butuh kekuatan batin dan penuh air mata..tiap kali ingatan melayang ke masa itu...

Kala berikutnya, muncul rembulan lain dan aku menatapnya dengan penuh harap selama 24 purnama... air mata juga akhirnya...tidak mungkin masa lalu aku bakar sebab itu adalah hakikatku, bahkan jika engkau ingin aku mengulangi hidup, pasti aku akan mengulanginya lagi sebab itulah yang terbaik untukku.

Kini, Aku sedang menggalah rembulan sebab aku ingin menjadi bintangnya...bintang memancarkan cahaya dan rembulan memantulkannya ke bumi, untuk kehidupan, untuk keseimbangan semesta.
Bismillah. Laa haula wa laa quwwata illa billah...

1 comment:

  1. Dinda SetyahapsariMay 3, 2009 at 9:10 PM

    Setelah lama tidak mampir ke blok ini, ternyata ada posting baru yang lumayan puitis dan dramatis....:),

    ehm, tapi ada sedikit komen nie bung..
    pertama, anda menggunakan kata ganti orang pertama dengan sebutan yang tidak konsisten (saya atau aku?). he,..he..maaf, soalnya agak keri bacanya.
    Sebutan 'saya' memberikan kesan lebih formal dengan mentancapkan jarak psikologis yang cukup lebar dengan pembaca, walopun kadang penyematan kata ganti 'saya' digunakan untuk menunjukkan penghormatan pada lawan komunikan, tapi tetap saja lebih terasa resmi/kaku.
    Nah, bagaimana dengan 'aku'? penggunaan kata ganti aku, menyiratkan bahwa penulis ingin lebih intim dengan pembacanya, dia ingin membuka ruang-ruang personalnya dan membiarkan pembaca masuk dalam ke -Aku- annya (minimal menurut saya begitu). Hal ini saya kira berlaku juga dalam bahasa tutur sehari-hari. Pada pejabat atau orang yang lebih tua kita menggunakan 'saya', sedang kepada teman sejawat, kita memakai 'aku'.
    ehm, sebenarnya ketidak-konsistenan penggunaan kata ganti kerap saya jumpai pada (bahkan) karya-karya fiksi tulisan para sastrawan handal. dibeberapa cerpen saya temukan itu. Terus terang saya awam sastra, tapi saya punya sensor rasa ketika membaca. Bagi saya mereka tetap saja (maaf) tidak konsisten. Dan (lagi)kata seorang teman saya: " bagaimana (diri)seseorang dapat dilihat dari tulisan-tulisannya".

    Kedua, saya suka pilihan kiasan rembulan dan bintang yang anda pakai untuk menggambarkan relasi fungsional dua insan (ehm, ini tebakan saya saja lho). Namun bung,rembulan tak mungkin terus memancarkan sinarnya jika saja bintang beranjak dari singgasana yang sudah dibangun bersama..:p,dan setahu saya..hanya ada satu bulan ya,...(jika bersetia dengan hukum alam semesta tersebut lho..:), so, just keep staying there, and reach the light..

    Ketiga, bung saya rasa setiap manusia memiliki sejarahnya, namun tak ada satupun manusia yang dapat menentukan bagaimana halaman-halaman lanjutan dalam nitikan jalan hidupnya ditorehkan kecuali dirinyalah yang memutuskan. karena menurut saya, takdir berbanding lurus dengan kehendak manusia.

    Keempat, seperti apapun itu..saya tetap menikmati tulisan-tulisan anda.

    finally, keef the spirit of being great econophysic scientist, bung..!!!:)

    ReplyDelete