Oleh Rachmad Resmiyanto
TEMPO hari saya menerima undangan Upacara Milad Ke-50 Universitas Ahmad Dahlan dan Penyerahan Sertifikat ISO/IWA 2 untuk Sabtu, 18 Desember 2010. Senang juga lihat undangan ini. Disainnya menarik hati. Semua berwarna putih bersih dan ditengahnya ada grafiti lambang 50 dengan angka nol digambar sebagai matahari. Ada 12 sinar kuning keemasan yang terpancar.
Saya buka perlahan. Undangan ini menyentak kesadaran saya. Rupanya, universitas saya sudah ter-ISO kan. Ada seraut kebanggaan, juga terbit segurat kegelisahan.
Mulanya, ISO - International Organization for Standardization- merupakan sistem manajemen mutu dan standar penjaminan mutu untuk industri fabrikasi. Ia berisi informasi yang diperlukan untuk bikin kebijakan manajerial , mengembangkan sistem penjaminan mutu untuk diwujudkan dalam tindakan nyata. Tahun 1987 merupakan awal lembaga ISO mempublikasikan standar mutu bikinannya. Tentu saja, ISO terus berkembang dan diperbaiki. Kini, ISO 9000 (Guide to Quality Management for Services) telah sukses merambah masuk sistem manajemen mutu pendidikan melalui ISO 9001:2000.
Menurut buku Manajemen Mutu, Penjaminan dan Internasionalisasi Perguruan Tinggi di Indonesia, tulisan Dr. A. Hanief Saha Ghafur , Ditjen Dikti telah berhasil mendapatkan sertifikat ISO atas tata kelola adminstrasinya. Katanya pula, belum ada PTN yang berhasil memperoleh sertifikat ISO namun sudah ada beberapa PTS yang bersertifikat ISO 9001. PTS itu antara lain Universitas Bina Nusantara, Universitas Pelita Harapan, Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komunikasi (STIMIK) Jayakarta, Universitas Pancasila, dan STIMIK AKI Semarang. Dan kini, universitas tempat saya mengajar akan turut bersertifikat ISO.
Anehnya, banyak perguruan tinggi serius di luar negeri dan sudah masuk kelas sebagai universitas riset berkelas dunia justru tidak menerima sertifikasi ala ISO, bahkan menolaknya. Mereka tetap teguh untuk melakukan penjaminan mutunya lewat jalur akreditasi.
Basis filosofis ISO dan akreditasi memang beda. ISO yang sedari awal diperuntukkan buat audit mutu manajemen industri hanya tepat jika digunakan untuk audit seluruh administrasi non akademik. Mutu akademik tidak tepat jika hendak diaudit dengan ISO.
Naga-naganya, perguruan-perguruan tinggi yang berburu ISO merupakan perguruan yang belum berbasis riset dan masih berbasis pada pengajaran semata. Mereka adalah perguruan tinggi yang yang orientasi pasarnya sangat kuat. Bahkan, relasi dosen-mahasiswa kerap dipandang seperti relasi pedagang-pembeli atau produsen-konsumen. Ini relasi yang dangkal.
Islam memandang aktivitas pendidikan adalah aktivitas yang sakral. Filsuf besar Malaysia, Al Attas, menegaskan bahwa pendidikan adalah penanaman sesuatu ke dalam diri manusia. Ini sangat terkait dengan adab sehingga hasil pendidikan adalah insan kamil, manusia paripurna. Tentu saja, aktivitas ini sangat berbeda dengan aktivitas niaga.
Saya merasakan ada upaya pendangkalan spiritualitas dalam dunia kependidikan di negeri ini. Semasa saya kecil, saya adalah murid. Belum genap saya lulus dari Sekolah Dasar, predikat saya sudah diganti menjadi siswa. Kini, predikat itu diganti lagi dengan peserta didik. Sebutan murid mengantarkan imajinasi saya dalam relasi spiritual antara seorang mursyid dan murid. Dalam relasi itu, aktivitas pendidikan bukan sekedar aktivitas raga (pikiran), melainkan juga aktivitas jiwa (batin). Bahkan, makna asal kata guru (bahasa sansekerta) adalah orang yang tidak hanya melakukan alih pengetahuan tetapi juga menjadi mentor spiritual bagi muridnya.
Maka, tatkala ISO diterapkan dalam lembaga pendidikan akan ada paradigma pendidikan, faktor normatif keilmuan dan budaya organisasi akademik yang berceceran.
Sawit Sari, 11 Muharram 1432/ 17.12.2010
No comments:
Post a Comment