Sunday, January 02, 2011

Step, Satu Kawan Lama

Oleh Rachmad Resmiyanto

STEPHANUS Natalia Kristanto punya nama panggilan STep. Di kelas aku melihatnya sebagai anak yang urakan, sebatas tingkah nakal anak-anak seusia SMA. Ia sering teriak-teriak. Kalau ngomong suaranya kenceng dan parau seperti knalpot. Barangka...li, ini akibat peralihan psikologi anak-anak. Banyak yang bilang, usia 15-an merupakan usia anak mencoba, mencari dan menggali identitasnya. Bang Rhoma bilang, ini namanya darah muda, darahnya para remaja, yang selalu merasa gagah, tak pernah mau mengalah.

Step punya tulang perawakan yang besar. Tengkorak kepalanya besar. Rambutnya hitam lurus. Ia menyisir tidak tepat membelah rambut di tengahnya. Tapi juga tidak tepat di pinggir mirip gaya sisiran anak sekolah yang ada di sampul payung (warana coklat) buku tulis.

Aku duga Step merupakan perokok berat. Tiap kali ngobrol dengannya, aku melihat bibirnya coklat gelap. Suatu kali, ia pernah menawariku merokok. Tentu saja aku menolaknya.

Selepas SMA, Step kuliah di D3 Ilmu Komputer UGM. Gedung tempat ia kuliah ada di samping Perpustakaan Pusat UGM. Gedungnya sudah tua. Warna temboknya kuning. Gedung ini memiliki ruang-ruang yang luas dan dinding kamarnya tinggi. Tembok gedung begitu tebal, tidak seperti tembok-tembok gedung masa kini. Ini gedung kuno. Dulu, gedung tersebut merupakan tempat Konferensi Kolombo. Masyarakat menyebut daerah di mana gedung ini berdiri dengan nama Sekip. Aku tak tahu bagaimana kelindan hubungan antara Sekip dan S[e]tep. Aku sempat beberapa kali berpapasan dengan Step di gedung ini. Kami kuliah dalam gedung yang sama.

Beberapa kali papasan, Aku tak melihat Step berubah selepas SMA. Ia masih seperti itu. Urakan gaya anak muda. Aku tahu, urakan gaya Step masih wajar di lingkungan anak muda.

Step memang urakan. Aku sempat berburuk sangka kepadanya. Seiring waktu aku tahu dan merasakan, bahwa Step yang kukenal urakan, sebenarnya ia memendam ketulusan seorang teman.

Beberapa kali papasan semasa kuliah, Step tak berubah. Aku duga ia tak peduli dengan kuliahnya.

Aku lulus awal 2006. Lama juga aku kuliah, sekitar 5,5 tahun. AKu masih sering main ke kampus buat bertemu dengan dosenku.

Hari itu, aku kaget. Aku bertemu kembali dengan Step. Ia sudah menyelesaikan D3-nya. Sekarang ia merampungkan S1 Ekstensi Ilmu Komputer. Penampilannya terlihat lebih terawat.

Suatu ketika, kami terlibat obrolan ringan. Sembari berdiri berdua berhadapan di aula gedung tua itu, kami saling bertanya.

"Sekarang kerja apa?", aku memajukan tanya pada Step.

Dengan rendah hati ia jawab, "Serabutan saja."

Percakapan itu hanya berlangsung singkat. Kami berdua sedang dalam gegas. Sebelum kami berpisah, ia bilang padaku, "Yo dongakke wae mas."

Kalimat itu terekam jelas dalam kepalaku. Ingatanku tentang Step yang urakan langsung pudar seketika. Hatiku gerimis ketika mendengar ia memanggilku dengan sebutan "mas", panggilan untuk menghormati dalam budaya Jawa. Suatu perkara yang tak pernah terbayangkan sewaktu 8 tahun yang lalu Aku dan Step berkawan di kelas 1 J SMA 1 Klaten. Sejak itu, Step menghilang dalam radar pengamatanku.


Pogung Lor, 29 Maret 2010 jam 15:07 
-ini merupakan komen facebook saya di album foto reuni sma salah seorang kawan sma

No comments:

Post a Comment