Rachmad Resmiyanto
Fisika memiliki objek kajian yang amat luas, mulai dari skala miskroskopis (jagad gumulung), tempat bagi atom dan zarah-zarah dasariah hidup, sampai makroskopis (jagad gumelar), tempat bagi tata surya, bintang dan galaksi bertebaran.
Dalam kajiannya, objek yang sedang diamati disebut sebagai sistem fisis. Untuk mempelajari kaitan sebab akibat di alam semesta ini, tentu amatlah sukar bagi fisikawan ketika harus berhadapan langsung dengan sistem fisis yang sedemikian besar. Jalan keluarnya, sistem fisis itu hanya merupakan suatu cuplikan kecil saja dari keseluruhan. Cuplikan sudah dianggap mewakili keseluruhan, orang bilang ini pars prototo.
Dari sini perdebatan mulai berkembang. Ada yang bersuara bahwa semua sistem yang ada ini saling kait mengait. Ibarat jaring-jaring, satu simpul ditarik, yang lain akan merasakan getarannya. Karenanya, mudah diterima jika perubahan-perubahan yang ada di langit juga akan berpengaruh terhadap bumi. Ini serius. Dampak lanjutannya, jika ini dipercaya, maka ilmu yang mempelajari kaitan peredaran benda langit dengan kehidupan manusia juga harus diterima. Ini astrologi namanya. Paham bahwa semua sistem saling mempengaruhi merupakan paham holisme (holistik).
Sebaliknya, ada yang berpendapat bahwa cuplikan itu tidak akan sedikitpun mempengaruhi sistem yang lain. Perubahan satu sistem tidak akan memberi dampak pada sistem yang lain. Karenanya, ini disebut sebagai sistem. Paham ini dikenal sebagai reduksionisme. Dalam paham ini astrologi tidak bisa diterima. Perubahan gerakan benda-benda langit tak akan berpengaruh dalam kehidupan manusia.
Holisme dan reduksionisme keduanya berseberangan, saling bertentangan.
Setiap hari irama hidup manusia ditentukan oleh setidaknya gerak matahari dan gerak bulan. Pola hidup manusia mengikuti ini. Suasana siang dan malam menjadi berbeda aktivitasnya. Bagi saya, ini adalah pengaruh gerak benda langit juga.
Lalu bagaimana dengan astrologi? Apakah ia mesti diterima?
Jika kita percaya pada reduksionisme,maka astrologi adalah haram secara epistemologi. Sebaliknya, jika holisme yang dipegang, maka astrologi menjadi wajar untuk diterima.
Apakah bintang memang memiliki fungsi itu?
“Sesungguhnya Kami telah menghias langit yang terdekat (langit dunia) dengan hiasan, yaitu bintang-bintang, dan telah memeliharanya (sebenar-benarnya) dari setiap syaithan yang sangat durhaka, syaithan-syaithan itu tidak dapat mendengar-dengarkan (pembicaraan) para malaikat dan mereka dilempari dari segala penjuru. Untuk mengusir mereka dan bagi mereka siksaan yang kekal, akan tetapi barangsiapa (di antara mereka) yang mencuri-curi (pembicaraan); maka ia dikejar oleh suluh api yang cemerlang.” (QS. Ash Shaffat: 6-10)
Qatadah berkata, “Bintang-bintang diciptakan untuk 3 perkara; sebagai hiasan langit, alat pelempar syaithan-syaithan, dan penunjuk arah. Barangsiapa yang menafsirkan keberadaan bintang-bintang itu untuk selain dari 3 perkara tersebut maka dia telah salah dan menyia-nyiakan amalnya serta memberat-beratkan dirinya dengan sesuatu yang tidak ia ketahui. (HR. Al Bukhori)
Mana yang harus dipilih, reduksionisme atau holisme? Selama ini reduksionisme telah banyak menimbulkan petaka ilmu pengetahuan dan peradaban. Sebelum mengenal reduksionisme ala Descartes ini, manusia percaya pada Holisme. Setiap perubahan sedikit saja, ini akan memberikan pengaruh bagi yang lain.
Sebagai ramalan nasib, saya tidak sepakat dengan astrologi. Tapi, bahwa perubahan-perubahan sedikit di tatanan alam semesta ini akan mempengaruhi manusia, saya mengiyakan.
Allahu ta'ala a'lam.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment